Katapoint.id - Isu pergantian dan penunjukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Aceh (PA) pasca meninggalnya Abu Razak tengah menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan di internal partai.
Pengamat politik sekaligus akademisi dari Universitas Abulyatama Aceh (Unaya) Dr Usman Lamreung MSi menyatakan bahwa hal semacam itu sebenarnya sebuah dinamika yang lazim terjadi dalam sebuah partai politik.
Demikian disampaikan Usman Lamreung kepada awak media Kamis, 17 April 2025 setelah mengamati isu yang berkembang baik di medsos maupun internal partai terkait penunjukan Sekjen PA yang berubah-ubah.
Ia melihat, sejak meninggalnya Sekjen Partai Aceh, Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), tensi politik internal partai pun meningkat tajam, khususnya terkait proses pergantian sosok yang dikenal fenomenal tersebut.
Abu Razak adalah figur sentral dalam Partai Aceh, sehingga kepergiannya yang mendadak meninggalkan kekosongan besar yang sulit diisi oleh sosok lain.
Meski mustahil menemukan sosok yang benar-benar sama, partai ini dituntut untuk mencari pengganti, setidaknya mendekati kualitas dan kriteria yang ada pada diri almarhum Abu Razak.
Sebagaimana lazimnya dalam sistem organisasi partai, proses pergantian pengurus, termasuk Sekjen, diatur melalui mekanisme yang tertuang dalam AD/ART.
Menyusul meninggal Abu Razak, Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf, menunjuk Zulfadhli sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen untuk mengisi kekosongan jabatan hingga ditetapkannya Sekjen definitif.
Penunjukan Plt ini bersifat sementara dan akan berakhir begitu Sekjen definitif ditetapkan sesuai aturan internal partai.
Namun, persoalan muncul ketika Ketua Umum kemudian menunjuk Teungku Aiyub Abas sebagai Sekjen definitif, yang penunjukannya sempat ditandatangani namun kemudian dibatalkan setelah dilakukan rapat internal.
Setelah pembatalan tersebut kata Usman Lamreung, Ketua Umum PA Mualem kembali menunjuk Zulfadhli sebagai Plt Sekjen.
Nah, keputusan ini lah yang akhirnya menimbulkan perdebatan publik, terutama terkait legalitas administratif pencopotan Teungku Aiyub Abas oleh Ketua Umum Partai.
Lalu muncul pertanyaan utama adalah: apakah proses penunjukan Sekjen definitif telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam AD/ART?
Jawaban atas pertanyaan ini sepenuhnya berada di tangan para kader Partai Aceh, mengingat mekanisme administrasi dan pengambilan keputusan internal diatur secara jelas dalam konstitusi partai.
Jika merujuk pada peraturan pada Partai Aceh, maka AD/ART Partai Aceh tidak diatur secara khusus mengenai pergantian antarwaktu (PAW) Sekretaris Jenderal (Sekjen). Namun pengaturan mengenai tetap harus memiliki dasar hukum.
Aiyub Abbas bisa masuk dan diusulkan ke rapat majelis Merujuk pada pasal Pasal 12 huruf b Anggaran Dasar (AD) Partai Aceh tentang Susunan Partai yang menyebutkan bahwa Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh terdiri dari Majeulih Tuha Peuet Partai Aceh dan Dewan Pengurus Pusat Partai Aceh, maka dapat disimpulkan bahwa Sekjen di Partai Aceh adalah salah satu unsur Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh.
Karena itu, mekanisme PAW harus merujuk pada Pasal 23 Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Aceh tentang PAW Pimpinan Partai. Pada pasal tersebut dikatakan, bahwa Tata Cara PAW sebagaimana dimaksud di atas dapat dilaksanakan melalui Musyawarah Majelis.
Teungku Aiyub sebetulnya tidak tepat untuk dicopot, sebab belum diangkat dan disumpah secara resmi sebagaimana lazimnya pengangkatan dan penyumpahan dewan pengurus partai.
Jadi rekomendasi untuk Aiyub tetap wajib dibawa ke mekanisme musyawarah majelis untuk dibahas. Aiyub tetap wajib harus diikutkan dalam mekanisme musyawarah majelis, dia memiliki hak juga untuk itu.