Katapoint.id - Tapaktuan - Isu makanan berbelatung di Madrasah Ulumul Qur’an (MUQ) Aceh Selatan menyeruak dan cepat menguasai ruang publik. Namun, di balik kisah menjijikkan itu, muncul dugaan lain yang lebih berbahaya yakni adanya indikasi persaingan bisnis dalam pengadaan makan-minum yang nilainya tidak kecil.
menilai tuduhan belatung pada makanan siswa tidak logis secara ilmu biologi. “Makanan pagi dimasak subuh, siang dimasak jam 11, malam dimasak sore hari. Mustahil dalam hitungan 1-2 jam sudah berisi belatung, kecuali belatung dari tempat lain diletakkan ke makanan tersebut,"ungkap elemen Pemuda Aceh Selatan, Fajri Amir, Selasa 16 September 2025.
Kajian entomologi forensik menjelaskan, belatung adalah larva lalat yang menetas dari telur. Menurut Handbook of Forensic Entomology (Goff, 2000), telur lalat umumnya membutuhkan waktu 8–20 jam untuk menetas. Dengan kondisi dapur yang panas, proses ini bisa lebih cepat, tetapi tetap tidak mungkin dalam hitungan 1-2 jam.
“Jika benar makanan langsung dikonsumsi setelah dimasak, kemungkinan adanya belatung dimakanan hampir nol. Kecuali belatung itu diambil dari tempat lain," jelas Fajri.
Kondisi ini menimbulkan dugaan, apakah makanan benar-benar berasal dari dapur vendor, atau sudah dimanipulasi setelah distribusi?
Fajri menyebutkan, secara aturan tugas vendor hanya memasak dan mengantarkan makanan. “Untuk membagikan makanan ke siswa dan mengawasi mereka makan bukan ranah penyedia. Celah inilah yang sangat memungkinkan bisa dimainkan,” katanya.
Sistem distribusi makanan di pesantren dan madrasah berasrama biasanya melibatkan pihak internal madrasah. Dengan kata lain, ada ruang interaksi lain di luar kontrol vendor. Bila ada pihak yang ingin menjatuhkan penyedia, titik rawan ada di fase ini.
Anggaran mencapai Rp. 1,6 Milyar inilah yang disebut-sebut sebagai magnet persaingan. Berdasarkan informasi dari pejabat internal Kementerian Agama Aceh Selatan, tender katering kerap diincar banyak vendor lokal. “Setiap tahun pasti ada kompetisi. Tidak jarang ada pihak yang menggunakan cara-cara kotor untuk menjatuhkan pesaing,” ujarnya.
Pertanyaan lain muncul, dari mana asal foto dan video makanan berbelatung yang beredar di media sosial? Padahal, siswa MUQ dilarang membawa telepon genggam. “Kalau bukan siswa yang memotret atau mengambil video, maka bisa jadi ada pihak internal atau eksternal yang sengaja mendokumentasikan dengan tujuan memicu kegaduhan," ucap Fajri.
Dugaan rekayasa semakin menguat jika melihat pola kasus serupa di daerah lain. Pada 2022, di salah satu pesantren besar di Jawa Barat, vendor katering dituding memberi makanan basi. Belakangan terungkap, dokumentasi foto yang viral ternyata dibuat oleh pegawai internal yang memiliki hubungan dengan pesaing vendor.
Secara hukum, kata Fajri, pengadaan barang dan jasa pemerintah diatur oleh Perpres 16 tahun 2018 dan turunannya. Vendor hanya bertanggung jawab pada kualitas, sementara pihak pengguna (dalam hal ini UPTD MUQ) wajib melakukan pengawasan. Bila ada sabotase, hal ini dapat masuk ke ranah pidana, termasuk perbuatan curang yang diatur dalam Pasal 378 KUHP atau pencemaran nama baik yang diatur dalam UU ITE Pasal 27 ayat 3.
“Kalau terbukti ada pihak yang menyebarkan informasi bohong atau manipulasi foto, itu bukan hanya merusak reputasi vendor, tapi juga merugikan siswa yang menjadi objek isu. Kami minta Pemerintah Daerah tidak menggunakan jasa pihak-pihak yang melakukan cara kotor dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Apalagi dengan menjatuhkan lawan terkait persoalan yang tak logis, hal ini bisa menimbulkan iklim persaingan usaha tidak sehat," tegasnya.
Polemik belatung ini tampak sederhana di permukaan, namun lapisan di bawahnya memperlihatkan aroma persaingan bisnis yang pekat. Vendor bisa jadi hanya pion dalam pusaran kepentingan yang lebih besar.
Pertanyaannya kini, apakah kasus ini akan benar-benar diusut secara transparan, atau justru menguap sebagai isu sesaat, sementara para pemain bisnis tetap bermain di balik layar perebutan kontrak katering bernilai miliaran rupiah?
"Moga-moga Pemkab Aceh selatan dapat menyelidiki persoalan ini dengan benar dan mendalam, sehingga oknum-oknum yang terbiasa melakukan cara kotor dalam persaingan usaha dapat diminimalisir agar tak ditunjuk menjadi penyedia/vendor di Aceh Selatan," pungkasnya.[]